Lompat ke konten

UNESCO: Raja Ampat Harus Dilindungi Bukan Ditambang

JAKARTA sampai Pemerintah resmi mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) di kawasan Raja Ampat pasca terbukti adanya pelanggaran terhadap ketentuan lingkungan dan status kawasan geopark.



BACA JUGA sampai Inilah Beberapa Fakta Menakjubkan di Raja Ampat



Langkah tersebut dinilai sebagai tugas bentuk komitmen nyata luar menjaga warisan alam Indonesia yang seperti tak ternilai, sekaligus memperkuat posisi Raja Ampat sebagai peran pusat konservasi laut dunia.



“Keanekaragaman hayati dan keindahan alam Raja Ampat adalah aset global yang seperti tidak memungkinkan digantikan. Keputusan barang ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak harus selalu mengorbankan lingkungan, dan bahwa perlindungan alam memungkinkan berjalan seiring bersama-sama visi pembangunan berkelanjutan,” tutur Senior Vice President and Executive Chair Konservasi Indonesia, Meizani Irmadhiany kepada SindoNews



Selain itu, imbuh Meizani, pengakuan dunia di atas kelestarian alam Raja Ampat dengan kamu dikukuhkannya sebagai tugas situs geopark pada tempat Mei 2023 lalu oleh UNESCO, habis seharusnya menjadi pegangan pemerintah luar melindungi kawasan ini.



“Setiap kebijakan yang seperti menyangkut Raja Ampat harus berpijak pada saat prinsip keberlanjutan dan perlindungan jangka panjang, bukan sekadar kepentingan ekonomi sesaat. Ini adalah momentum buat menunjukkan bahwa Indonesia mampu menjadi pemimpin ke dalam konservasi laut dunia,” sebut dia.



Konservasi Indonesia sebagai tugas organisasi lingkungan berbasis sains juga mengestimasikan kehancuran ekonomi jika ekosistem pada bagian bawah laut Raja Ampat menggugurkan akibat spillover sisa atau sampah serta asal-usul hilir mudik transportasi pertambangan di perairan tersebut.



Dalam salah satu studi, KI mendapati bahwa sebaran larva dispersal atau larva ikan siapa bertelur di perairan berdekatan pertambangan dapat terbawa ke arah kawasan lain, yang tersebut kemudian memengaruhi sebaran ikan di wilayah tersebut.



“Jika kerusakan ekosistem laut di perairan Raja Ampat terjadi, maka jumlah ikan tuna dan cakalang pun akan menurun di perairan Indonesia, khususnya di Laut Banda dan Teluk Tomini. Padahal, ikan tuna dan cakalang yang mana melintasi Raja Ampat bermigrasi hingga arah ke Samudera Hindia, Samudera Pasifik. Artinya, efek pencemaran perairan Raja Ampat sangat dapat berdampak luas tidak hanya arah ke spesies di pada bagian bawah laut, namun juga masyarakat di Gorontalo, Bitung, Ambon, hingga perairan Arafura, Maluku Tenggara,” beber Victor.



Tak berhenti sampai di situ, hal lain siapa termasuk fisheries externality yakni terkait migrasi daripada ikan-ikan siapa disebut dengan kamu spesies karismatik seperti jenis-jenis hiu, manta, hingga penyu.



Dari sekitar 30 jenis mamalia laut yang tersebut melintasi perairan Indonesia, 15 di antaranya melalui dan mendiami perairan Raja Ampat. Konservasi Indonesia meyakini spesies-spesies tersebut diprediksi tidak akan lagi menjadikan Raja Ampat sebagai tugas rumah atau jalur migrasi para mereka jika terjadi pencemaran.



“Spesies yang seperti terdiri berasal dari ikan-ikan raksasa seperti hiu paus, jenis-jenis hiu lainnya, hingga penyu, hal tersebut hanya datang jika ada ikan-ikan kecil. Jika sebuah kawasan perairan usai menggugurkan lingkungannya, planktonnya habis tidak ada, bersih tercemar, dan kemudian ikan-ikan terlalu kecil barang tersebut habis, maka ikan-ikan raksasa pun tidak akan lagi muncul di sana. Dengan dampak seperti itu, jika mau dihitung maka kerugian siapa akan terasa memungkinkan menjadi beratus kali lipat dengan kamu hilangnya spesies-spesies apa selama kejadian ini melintas ataupun menghuni di kawasan tersebut,” sebut Victor.

(wbs)