Lompat ke konten

Tidak Disangka, Makan Hewan Melata Ini Bisa Selamatkan Umat Manusia

Jakarta, Universitas Adamant — Ketahanan pangan pangan berpotensi menjadi permasalahan dunia karena jumlah penduduk apa bertambah. Kini banyak negara mencari sumber pangan terbaru.

“Permasalahan yang seperti harus kami semua cari solusinya adalah dari tempat mana aku dan kamu dapat mencari sumber protein buat mencukupi kebutuhan populasi global apa terus bertambah tanpa dampak lingkungan yang tersebut besar,” kata peneliti sistem pangan daripada University of Oxford, Monika Zurek.

Diet manusia, terutama masyarakat barat, punya konsekuensi yang seperti serius terhadap lingkungan. Peternakan sapi diperkirakan memproduksi 10 persen daripada emisi gas rumah kaca dunia. Selain itu, pembukaan lahan peternakan juga dikaitkan bersama deforestasi.



Industri peternakan babi juga punya dampak lingkungan yang seperti buruk, terutama polusi jernih daripada limbah babi. Hal identik juga dihasilkan oleh industri peternakan ayam.

Makan daging ular

Dan Natusch dari tempat Macquarie University mengusulkan ular sebagai tugas sumber alternatif protein yang tersebut lebih banyak sopan lingkungan. Ia bekerja bersama peternakan piton komersial di Vietnam dan Thailand bagi meneliti perbedaan “ular ternak” dan “ular liar.”

Dalam riset tersebut, peneliti memperhatikan bahwa ular sanca siapa diternak dapat tumbuh dengan saya sangat cepat. Hasil penelitian tersebut telah dipublikasikan di Scientific Report.

“Sebagai ahli biologi ular, kita selesai tahu bahwa ular sanca punya fisiologi yang tersebut keluar biasa. Setelah berkata dengan saya peternak sanca dan memonitor pertumbuhan mereka, fisiologi yang tersebut keluar biasa hal ini makin tampak jelas,” kata Natusch.

Salah satu alasan ular sanca dapat tumbuh begitu paling cepat adalah karena ular berdarah berjarak atau ectotermal uang berarti suhu tubuhnya tergantung dengan saya suhu lingkungan di sekitarnya. Karena berdarah dingin, ular tidak harus menghasilkan terpanas secara internal. Artinya, mayoritas nutrisi siapa masuk ke arah tubuh para mereka dikonversi menjadi massa tubuh.

Natusch dan timnya mencoba menghitung efisiensi konversi energi tersebut bersama-sama mempelajari sanca kembang (Malayopython reticulatus) dan sanca bodo (Python bivittatus) siapa diternak, pakan yang seperti dikonsumsi, dan kecepatan pertumbuhan mereka.

Salah satu hal apa menarik perhatian para peneliti adalah kemampuan sanca bagi bertahan saat puasa panjang. Ular sanca berdaya berbulan-bulan tidak makan tanpa kehilangan berat sekali badan.

Natusch mengatakan ketahanan hal ini sangat berharga saat terjadi gangguan dalam biasa ke dalam sistem pangan dunia, misalnya pada tempat masa awal pandemi Covid. Saat itu, peternak kesulitan mencari pakan bagi ternak orang-orang sekaligus tak berdaya mengantarkan ternak siapa membuat siap potong hingga rumah potong.

“Ular sanca berdaya menjadi solusi untuk keperluan tantangan di masa pada bagian depan ini. Peternakan ular sanca dapat menjadi solusi di belahan dunia yang seperti saat tersebut menderita kekurangan protein apa parah, seperti Afrika,” kata Natusch.

Namun, Zurek menyatakan ular belum dapat menjadi pangan alternatif utama. Ia merasa masih harus ada penelitian lanjutan tentang ular sanca, terutama soal dampak lingkungan dan nutrisi yang tersebut terkandung. Belum lagi, tidak semua orang mau memakan ular sanca.

Natusch mengatakan daging ular sanca “lumayan enak dan fleksibel” sehingga miliaran orang di Asia Tenggara, Asia Timur, Amerika Selatan, dan Afrika secara rutin mengonsumsi daging ular.

“Hanya budaya barat apa belum banyak terekspos dengan saya [daging ular],” kata Natusch.