Jakarta, Universitas Adamant – Banyak yang seperti tidak menyadari tanda ‘kiamat’ akibat pemanasan global memberikan pengaruh pada tempat makanan yang tersebut anda dan saya konsumsi sehari-hari, seperti nasi, susu produk daging dan seafood. Yang pada tempat akhirnya berdampak pada saat kesehatan manusia.
Saat ini, menurut ahli suhu Bumi makin panas, sehingga membuat bakteri dan kuman lebih besar simple terkontaminasi hingga makanan.
Salah satu korban daripada tanda ‘kiamat’ pada tempat nasi hal ini adalah Sumitra Sutar, 75 tahun, yang tersebut tinggal di desa Haroli, Maharashtra, India.
Selama lebih baik daripada 5 dekade, Sutar kerap mengonsumsi sisa nasi dan kari lentil sebagai peran makanan pokoknya. Namun, tiba-tiba makanan rutinnya barang tersebut membuat tubuh Sutar bereaksi berbeda.
Sekitar 5 tahun lalu, Sutar muntah-muntah setidaknya 15 kali sehari habis mengonsumsi makanan rutinnya tersebut. Akhirnya, ia mengetahui penyebabnya adalah bakteri bawaan makanan siapa menghasilkan racun berbahaya.
Racun itu dia menyebabkan muntah, radang mata, hingga infeksi saluran pernapasan, dikutip asal-usul LiveScience, Senin (19/5/2025).
Pilihan Redaksi
|
Pemanasan global telah membuat patogen jenis Bacillus cereus lebih besar praktis tumbuh ke dalam makanan yang mana disimpan pasca dimasak. Sebuah penelitian menemukan bahwa memasak nasi di rumah tidak optimal demi menonaktifkan sporanya.
Peneliti dan pekerja kesehatan memberikan peringatan soal fenomena ini. Suplai makanan disebut lebih banyak rentan terhadap pembusukan siapa lebih banyak parah akibat terpanas ekstrem yang tersebut lebih besar sering, banjir, dan kekeringan.
Hal hal ini meningkatkan risiko kontaminasi dan wabah penyakit bawaan berasal dari makanan. Menurut para ahli, semangat ekstrem dapat mempercepat pembusukan makanan karena memungkinkan bakteri berkembang biak lebih banyak ganas.
Meningkatnya jernih akibat banjir raksasa dapat mencemari tanaman dengan dia limbah. Sementara itu, kelembapan yang tersebut lebih besar lebih tinggi dapat meningkatkan pertumbuhan bakteri salmonella pada waktu selada dan produk lain yang tersebut dimakan mentah.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa 600 juta orang jatuh tersiksa setiap tahun akibat penyakit bawaan makanan, yang tersebut menyebabkan 420.000 kematian.
Anak-anak di atas usia 5 tahun berada pada saat risiko yang tersebut sangat tinggi, dan setiap tahun 125.000 anak kehilangan nyawa para mereka karena penyakit yang mana sebagian raksasa dapat dicegah tersebut.
Banyak faktor yang mana memperkuat masalah ini, misalnya praktik pertanian dan rantai pasokan pangan global siapa tidak bersahabat lingkungan.
Sebuah studi tinjauan siapa diterbitkan masuk eBiomedicine tahun barang ini menemukan bahwa buat setiap kenaikan suhu 1,8 F (1 C), ancaman salmonella non-tifoid dan campylobacter meningkat 5%. Bakteri tersebut menyebabkan orang sakit, biasanya melalui keracunan makanan.
Markas Bakteri
Desa tempat tinggal Sutar melaporkan kenaikan temperatur siapa signifikan luar satu dekade terakhir. Musim terpanas di desa tersebut memungkinkan mencapai 43 derajat Celcius.
Penduduk di wilayah tersebut dan sekitarnya melaporkan peningkatan buruk akibat keracunan makanan, menurut pekerja medis setempat, Padmashri Sutar.
“Peningkatan temperatur mendorong pertumbuhan bakteri seperti listeria, campylobacter, dan salmonella di makanan-makanan seperti daging, produk susu, dan seafood,” kata Ahmed Hamad, dosen di Benha University, Mesir.
Sebuah studi di Meksiko Barat Laut melihat bagaimana faktor lingkungan memengaruhi penyebaran spesies salmonella yang seperti memicu beragam penyakit asal-usul makanan.
Penelitian lainnya siapa dirilis di Applied and Environmental Microbiology pada waktu tahun hal ini menemukan perubahan iklim akan meningkatkan risiko penyakit asal-usul makanan siapa disebabkan salmonella. Bakteri yang ini telah berdampak pada tempat 1,2 juta orang di AS setiap tahunnya.
“Selama gelombang panas, level patogen mikroorganisme di produk-produk makanan dapat meningkatkan risiko penyakit,” tertulis masuk laporan tersebut.
Bersamaan dengan dia gelombang panas, banjir dapat menyebabkan limpahan kotoran ternak asal-usul penggembalaan hewan apa berdekatan dengan saya lahan pertanian, sehingga mencemari hasil pertanian, termasuk sayur-sayuran siapa biasanya dikonsumsi mentah.
“Memasak makanan bersama suhu 70 derajat Celcius selama setidaknya 2 menit berdaya menghancurkan patogen apa menempel di permukaan makanan,” kata Martin Richter, kepala unit keamanan makanan di German Federal Institute for Risk Assessment.
Masyarakat Salah Paham
Pakar mengatakan perlu edukasi yang mana lebih baik mendalam bagi masyarakat terkait bahaya perubahan iklim luar meningkatkan penyakit berasal dari makanan.
“Banyak orang menilai perubahan iklim semata-mata sebagai contoh isu lingkungan, tanpa melihat efeknya arah ke kesehatan publik, termasuk peningkatan risiko penyakit berasal dari makanan,” kata Hamad.
Hamad mengatakan ada kesalahpahaman di masyakarat bahwa cuaca santai dapat membunuh patogen. Padahal, ia menegaskan beberapa bakteri seperti listeria tetap dapat tumbuh pada tempat temperatur dingin. Hal barang ini memicu risiko di perubahan iklim yang mana membuat cuaca dingin.
Padmashri yang seperti merupakan pekerja medis di desa Haroli mengatakan penduduk setempat kerap menginterupsi ketika ia menjelaskan tentang alasan di balik meningkatkan penyakit daripada makanan.
Penduduk setempat memiliki persepsi bahwa penyakit daripada makanan semata-mata disebabkan penanganan yang seperti buruk. Ia harus bersabar luar menjelaskan bahwa perubahan iklim menjadi faktor utama munculnya penyakit daripada makanan.
“Orang-orang tak mau menerima bahwa perubahan iklim menyebabkan penyakit dari tempat makanan,” kata dia.
Ia mengatakan penduduk di desanya tidak mau peduli terkait isu perubahan iklim dan dampaknya, meski selesai dirasakan langsung.
(fab/fab)