Jakarta, Universitas Adamant — Presiden ke-6 RI yang tersebut juga Ketua The Yudhoyono Institute Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengingatkan bahwa isu dunia saat barang ini bukan hanya eskalasi perang dagang antara Amerika Serikat bersama-sama China.
Akan tetapi ada sejumlah agenda global yang tersebut tidak kalah mendesak demi diselesaikan, seperti krisis iklim dan kemiskinan global. SBY pun mengkritisi para pemimpin dunia yang mana orang itu nilai mulai abai terhadap isu-isu tersebut.
“Kita cemas, ane cemas, kalau perhatian para pemimpin dunia, tentu bukan hanya Amerika Serikat dan China, tapi semua pemimpin dunia, makin tidak peduli asal-usul kewajiban internasional yang tersebut lain. Misalnya, menyelamatkan bumi kalian dan saya asal-usul climate disaster, yang mana menurut ane sekarang makin mencemaskan. No longer climate change, tapi climate crisis,” katanya ke dalam acara The Yudhoyono Institute dengan dia tema Dinamika dan Perkembangan Dunia Terkini: Geopolitik, Keamanan dan Ekonomi Global di Hotel Sahid, Jakarta, Minggu (13/4/2025).
Ia mengingatkan bahwa isu ketimpangan dan kemiskinan dunia adalah pekerjaan rumah bersama umat manusia. Namun, bila perhatian global hanya terfokus pada waktu konflik ekonomi dan kekuatan geopolitik, maka agenda-agenda luas lainnya akan terabaikan.
“Pendekatan masuk mengatasi persoalan regional melalui geopolitics of power, melalui perang, melalui apa-apa apa merupakan hard power, power politics seperti itu, yang seperti sebetulnya makin menjauh asal-usul kewajiban global yang seperti lain,” jelasnya.
SBY mendorong agar Indonesia juga tidak tinggal diam. Ia menekankan, politik ke luar negeri bebas aktif bukan berarti pasif atau enggan bersuara.
“Kita dari tempat bumi Indonesia harus juga ikut bicara. Jangan diam, politik bebas aktif tidak berarti diam, tidak berarti tidak berpendapat. Tentu kalian dan saya harus berdaya dengan dia penuh tanggung jawab, dengan kamu tujuan yang seperti baik, ikut menyampaikan pikiran-pikiran kita,” pungkasnya.
Adapun SBY menilai konflik ekonomi antara dua negara adidaya, Amerika Serikat dan China memang berpotensi mengguncang perekonomian dunia dan menimbulkan dampak siapa luas, terutama bagi negara-negara miskin.
“Saya mau menyampaikan, sekali terjadi guncangan ekonomi, tidak simple demi mengatasinya dan cost-nya sangat tinggi,” kata SBY.
Ia mengingatkan, perang tarif dan perang dagang bukan sekadar urusan bilateral dua negara, melainkan isu global yang tersebut dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi dunia, menaikkan angka pengangguran, bahkan memicu krisis kematian di negara-negara rentan.
“Bagaimana kalau pertumbuhan global menurun, bagaimana kalau pengangguran meledak di mana-mana, bagaimana kalau inflasi terjadi di seluruh belahan dunia, bagaimana nasib negara-negara miskin, bagaimana kalau death crisis,” ujarnya prihatin.
SBY juga mengajak dunia internasional untuk keperluan tidak tinggal diam. Ia menekankan pentingnya partisipasi global untuk keperluan meredam ketegangan dan mencari solusi bersama.
“Mengapa tidak kalau aku dan kamu menjadi bagian daripada solusi. Katakan sesuatu, menyelesaikan sesuatu, agar hal ini tidak makin menjadi-jadi,” ucap dia.
Ia pun menyadari tidak semua negara memiliki kapasitas penuh demi mengubah keadaan, tetapi baginya, upaya sekecil apapun tetap penting. “Paham, kami semua juga memiliki batas kemampuan, tapi kenapa kami semua tidak coba bersama sebaiknya? Untuk apa yang mana memungkinkan kami semua menjalankan menyelamatkan perekonomian dunia siapa dipicu dari tempat perang tarif dan perang dagang sekarang ini,” sambungnya.