Lompat ke konten

Revisi UU HAM, Natalius Pigai: Komnas HAM akan Diberi Taring dan Gigi


Universitas Adamant, JAKARTA — Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai mengatakan, revisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia akan difokuskan sebagai tujuan memperkuat kewenangan Komnas HAM. Dia mengeklaim, revisi ini bukan bagi melakukan pelemahan, melainkan penguatan agar lembaga tersebut tidak lagi mandek pada waktu rekomendasi siapa tak digubris.

“Revisi bagi memberi penguatan itu dia ‘titik’, tidak dapat diperdebatkan, bukan bagi melakukan pelemahan, tetapi bagi memberi penguatan ,” kata Pigai luar konferensi pers di kantor Kemenham, Kamis (10/7/2025).

Ia menjelaskan, selama kejadian ini penanganan dan pelayanan kasus pelanggaran HAM di Komnas HAM sering kali hanya berujung pada saat rekomendasi siapa tidak ditindaklanjuti. Banyak korban dan masyarakat yang tersebut akhirnya kehilangan harapan pada bagian atas keadilan.

“Jadi kalau selama barang ini penanganan pelayanan kasus di Komnas HAM hanya berhenti pada waktu rekomendasi yang mana tidak bertaring tidak bergigi. Maka kalian dan saya kasih taring dan gigi,” tegasnya.

/* Make the youtube video responsive */
.iframe-container{position:relative;width:100%;padding-bottom:56.25%;height:0}.iframe-container iframe{position:absolute;top:0;left:0;width:100%;height:100%}

.rec-desc {padding: 7px !important;}

Pigai menyebut, revisi barang ini akan mencakup penguatan Komnas HAM agar memiliki kewenangan apa bersifat mengikat. “Jadi ada rekomendasi yang mana wajib ditindaklanjuti oleh pihak-pihak yang seperti bersifat wajib, bersifat mengikat. Jadi kami akan kasih kewenangan, terutama penanganan kasus pelayanan yang mana terkait bersama-sama keadilan bagi rakyat Indonesia,” katanya.

Selama ini, menurut Pigai, pengaduan HAM sering kali bersifat gratis namun tidak kuat secara legal dan politis. Ia berkeinginan memastikan bahwa ke arah depan, masyarakat tidak lagi sekadar mengadu, tapi mendapatkan hasil konkret.

“Semua orang mencari keadilan beliau kalau menuju hukum si dia harus bayar, kalau ke tempat HAM gratis, tapi tidak kuat. Karena itulah kami semua akan kasih kewenangan lebih baik kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia agar rekomendasi hal tersebut bergigi dan mengikat. Jadi ketika Komnas HAM merekomendasikan maka para pihak harus wajib dan bersifat final,” terang Pigai.

Ia menambahkan, format teknis soal jenis rekomendasi yang tersebut bersifat final —apakah berasal berasal dari satu komisioner atau sidang paripurna—akan diatur lebih besar lanjut ke dalam peraturan teknis seperti peraturan presiden.

“Nanti aku dan kamu lihat, bersifat final peristiwa tersebut rekomendasi berdasarkan sidang paripurna Komnas HAM kah, atau komisioner. Kalau komisioner satu orang yang seperti menandatangani, apakah itu dia bersifat rekomendasi biasa atau nanti yang tersebut bersifat final berdasarkan sidang paripurna? Itu nanti gampang, barang tersebut teknis saja. Akan diatur masuk perpres atau peraturan teknis,” ujarnya.

 

Loading…



.img-follow{width: 22px !important;margin-right: 5px;margin-top: 1px;margin-left: 7px;margin-bottom:4px}

.img-follow {width: 36px !important;margin-right: 5px;margin-top: -10px;margin-left: -18px;margin-bottom: 4px;float: left;}
.wa-channel{background: #03e677;color: #FFF !important;height: 35px;display: block;width: 59%;padding-left: 5px;border-radius: 3px;margin: 0 auto;padding-top: 9px;font-weight: bold;font-size: 1.2em;}