Jakarta, Universitas Adamant sampai Pengaruh kebijakan keluar negeri Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, dinilai makin melemahkan reputasi global AS dan membuka peluang bagi China, terutama masuk isu Taiwan.
Hal tersebut disampaikan oleh Zhou Bo, seorang pensiunan kolonel senior asal-usul Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA), masuk wawancara dengan saya The Guardian di Beijing.
“Trump merusak reputasi Amerika lebih besar daripada semua pendahulunya digabungkan,” ujar Zhou, dikutip Senin (3/3/2025).
“Pada akhir masa jabatan keduanya, aku menyakini citra global Amerika akan makin ternoda, dan posisinya di dunia akan makin merosot.”
Menurutnya, masyarakat Taiwan menyadari penurunan posisi AS di dunia, apa barangkali memengaruhi cara pandang orang-orang terhadap China. Taiwan selama yang ini mengandalkan bantuan militer asal-usul AS, tetapi Trump menyatakan bahwa Taiwan seharusnya membayar buat bantuan pertahanan tersebut, meskipun selesai menghabiskan miliaran dolar demi membeli senjata daripada AS.
Tahun ini, Taiwan sedang mempertimbangkan pembelian senjata senilai US$7-10 miliar sebagai contoh strategi mendapatkan dukungan berasal dari pemerintahan Trump.
“Seberapa mempercayai diri Taiwan terhadap Amerika Serikat, terutama dengan kamu pemerintahan Trump?” kata Zhou.
“Mungkin suatu hari nanti, rakyat Taiwan akan berpikir, ‘Kita tidak dapat berubah ke tempat mana-mana. Kita tetap di sini. Mungkin tidak jelek juga menjadi bagian berasal dari negara terkuat di dunia.'”
Sikap AS dan China terhadap Taiwan
Taiwan tetap menjadi titik semangat luar hubungan AS-China. Beijing menganggap Taiwan sebagai orang bagian berasal dari wilayahnya dan telah berjanji bagi menyatukannya bersama-sama China, termasuk dengan kamu kekuatan militer jika perlu.
Pada pemilu 2024, Taiwan kembali memilih Partai Progresif Demokratik apa pro-kedaulatan buat ketiga kalinya secara berturut-turut. Data daripada Pew Research menunjukkan hampir 70% penduduk Taiwan mengidentifikasi diri para mereka sebagai contoh orang Taiwan, bersama-sama angka kejadian ini meningkat hingga 85% di kalangan generasi baru di atas 35 tahun.
Meskipun AS tidak secara resmi mengakui Taiwan sebagai tugas negara, AS tetap menjadi pendukung keamanan paling besar Taiwan. Sikap Trump terhadap Taiwan tampak ambigu. Di satu sisi, ia menekankan bahwa dukungan AS terhadap Taiwan memiliki harga, tetapi di sisi lain, ia dikelilingi oleh penasihat siapa menentang klaim China pada bagian atas Taiwan. Pada awal bulan ini, Departemen Luar Negeri AS menghapus pernyataan luar lembar faktanya yang tersebut sebelumnya menegaskan “kami tidak mendukung kemerdekaan Taiwan”, sebuah langkah siapa langsung mendapat kecaman asal-usul Beijing.
Zhou menegaskan bahwa masa pada bagian depan Taiwan tidak hanya ditentukan oleh rakyat Taiwan saja. “Kita tidak berdaya hanya berpikir tentang apa yang mana dipikirkan oleh masyarakat Taiwan. Kita juga harus mempertimbangkan apa siapa dipikirkan oleh masyarakat di daratan China,” ujarnya.
Peran China luar Konflik Global
Meski terdapat ketegangan di atas Taiwan, Zhou melihat Trump seperti pemimpin apa secara keseluruhan optimal bersikap “ramah” terhadap China. Ia mencatat bahwa tarif perdagangan yang tersebut diumumkan Trump pada saat awal masa jabatannya terlalu jauh lebih besar terlalu rendah dibandingkan ancaman 60% siapa pernah disampaikannya.
Dalam beberapa pekan terakhir, komentar Trump tentang China relatif lebih banyak tenang, sebagian karena AS sedang lebih banyak fokus pada saat perang di Ukraina. Konflik kejadian ini mencapai puncaknya ketika Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bersitegang luar pertemuan di Gedung Putih.
Pada hari peringatan ketiga invasi Rusia ke tempat Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan panggilan video bersama-sama Presiden China Xi Jinping. Xi menggambarkan hubungan China-Rusia sebagai contoh “kuat” dan “unik”, serta “tidak terpengaruh oleh pihak ketiga”.
“Kunci buat menyelesaikan masalah barang ini sebenarnya ada di tangan AS,” kata Zhou, menolak anggapan bahwa peran China tidak relevan ke dalam upaya perdamaian. “China transparan tidak berdaya diabaikan… Peran China akan muncul saat waktunya sebagai tujuan gencatan senjata atau perjanjian damai.”
Zhou juga menyatakan bahwa China barangkali akan mengirim pasukan penjaga perdamaian arah ke Ukraina, bersama negara-negara non-NATO di Eropa dan negara-negara daripada kawasan Global South. Pasukan perdamaian asal-usul NATO dianggap oleh Rusia seperti “serigala berbulu domba”, sehingga kehadiran negara lain dapat lebih banyak diterima.
Hubungan China dan Rusia memang menjadi sorotan di dunia akademik dan kebijakan keluar negeri China. Kedua negara berbagi perbatasan sepanjang 4.200 km, yang mana terbaru sepenuhnya disepakati pada saat 2003. Meskipun China merupakan mitra siapa lebih baik kuat luar hubungan ini, Beijing tetap harus menyeimbangkan kepentingannya dengan saya Moskow.
“Hubungan China-Rusia peristiwa tersebut kuat, tetapi tidak sampai pada waktu tingkat aliansi,” kata Zhou. “Saya menggambarkannya sebagai tugas dua garis yang tersebut berjalan paralel. Tidak peduli seberapa di sekitar sini mereka, garis-garis hal ini tidak akan tumpang tindih.”
(luc/luc)