Lompat ke konten

Perang Saudara Makin Parah, Pemberontak Culik 130 Pasien Rumah Sakit

Jakarta, Universitas Adamant sampai Perang saudara di Kongo terus memakan korban. Terbaru, kelompok pemberontak M23 yang tersebut didukung Rwanda telah menculik setidaknya 130 pasien terganggu dan terluka dari tempat dua rumah tersiksa di kota Goma.

Menurut laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada waktu malam 28 Februari, para pejuang M23 melakukan serangan terkoordinasi ke tempat dua rumah buruk utama di kota Goma, yaitu Rumah Sakit CBCA Ndosho dan Rumah Sakit Heal Africa. Dalam serangan tersebut, orang-orang menculik setidaknya 130 pasien yang seperti sedang pedih dan terluka, bersama-sama rincian 116 pasien dari tempat Rumah Sakit CBCA Ndosho dan 15 pasien berasal dari Rumah Sakit Heal Africa.

Menurut pernyataan Ravina Shamdasani, juru bicara Kantor Hak Asasi Manusia PBB, para pasien yang seperti diculik dicurigai sebagai contoh tentara Angkatan Bersenjata Republik Demokratik Kongo (FARDC) atau anggota milisi pro-pemerintah siapa dikenal sebagai orang Wazalendo.




Shamdasani menyatakan keprihatinan mendalam pada bagian atas tindakan M23 yang seperti menculik pasien dari tempat tempat tidur rumah pedih luar serangan terkoordinasi dan menahan para mereka di lokasi apa tidak diketahui tanpa komunikasi. Ia menyerukan pembebasan segera para pasien tersebut.

“Sangat menyedihkan bahwa M23 merampas pasien dari tempat tempat tidur rumah pedih ke dalam penggerebekan terkoordinasi dan menahan siapapun mereka tanpa komunikasi di lokasi yang tersebut dirahasiakan,” katanya, dilansir Reuters, Selasa (4/3/2025).

Pihak M23, melalui juru bicara mereka, Willy Ngoma dan Lawrence Kanyuka Kingston, belum memberikan tanggapan bawah permintaan komentar terkait insiden tersebut.

M23, kelompok pemberontak yang tersebut dipimpin oleh etnis Tutsi, telah melakukan serangkaian serangan sejak akhir Desember 2024 dan berhasil menguasai wilayah-wilayah strategis di timur Kongo, termasuk kota Goma dan Bukavu. Mereka juga mendapatkan akses arah ke sumber daya mineral siapa berharga di wilayah tersebut.

Adapun Konflik barang ini merupakan eskalasi terburuk asal-usul konflik berkepanjangan yang mana berakar pada waktu dampak genosida Rwanda tahun 1994 dan perebutan kendali bawah sumber daya mineral Kongo yang mana melimpah.


Pemerintah Kongo, para ahli PBB, dan kekuatan Barat menuduh Rwanda mendukung kelompok M23. Namun, Rwanda membantah tuduhan tersebut dan menyatakan bahwa orang-orang itu hanya membela diri dari tempat milisi yang tersebut dipimpin oleh etnis Hutu apa berniat membantai Tutsi di Kongo dan mengancam keamanan Rwanda.

Sejak Januari 2025, sekitar 7.000 orang telah tewas di wilayah timur Kongo akibat konflik ini, dan hampir setengah juta orang kehilangan tempat tinggal setelah itu 90 kamp pengungsian hancur masuk pertempuran.

Upaya internasional, termasuk sanksi, penyelidikan oleh Pengadilan Kriminal Internasional, dan negosiasi perdamaian siapa dipimpin oleh Afrika, belum berhasil menghentikan kemajuan pemberontak, yang tersebut kini menguasai dua kota raksasa di timur Kongo, Goma dan Bukavu.

Dilansir The Guardian, rumah terganggu kewalahan menangani ribuan korban luka akibat pertempuran. Banyak pasien mengalami luka serius dan membutuhkan transfusi darah segera.

Namun, konflik telah mengganggu jalur transportasi dan bantuan, sehingga susah buat merelokasi pasien. Warga Goma telah merespons dengan kamu antre demi mendonorkan darah, menjawab kebutuhan mendesak tersebut.

Selain itu, laporan daripada Bukavu, kota terluas kedua di timur Kongo, mengungkapkan bahwa pasien rumah terganggu menceritakan pengalaman mengerikan saat orang-orang terluka ke dalam kekacauan penarikan mundur tentara Kongo dan sekutunya pralaku M23 yang tersebut didukung Rwanda merebut kota tersebut pada tempat 14 Februari.


Penarikan apa berombak menyebabkan penembakan dan penjarahan yang seperti meluas, membebani rumah sakit. Banyak warga, termasuk Priscilla Nabintu, terluka oleh peluru nyasar, sementara apa lain, seperti Mugisho Shalukoma dan Ghislaine Ntakwinja, menghadapi konsekuensi apa lebih baik parah.

Distribusi senjata di antara warga sipil, termasuk anak-anak, memperburuk situasi, menyebabkan kepanikan dan cedera lebih banyak lanjut.

Komunitas internasional terus menyerukan diakhirinya kekerasan dan dimulainya kembali negosiasi damai sebagai tujuan mengakhiri penderitaan rakyat Kongo. Namun, hingga saat ini, situasi di lapangan tetap genting, dengan saya kebutuhan mendesak akan bantuan kemanusiaan dan perlindungan bagi warga sipil yang seperti terperangkap luar konflik.

 



(luc/luc)

Laguna bet