Lompat ke konten

MTI Tekankan Pentingnya Roadmad Dalam Mewujudkan Zero ODOL

JAKARTA sampai Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno menegaskan, penerapan zero Over Dimension Over Load (ODOL) tanpa roadmap apa pasti ibarat macan ompong. Ketidakjelasan peristiwa tersebut diperparah apabila pemerintah belum merevitalisasi jembatan timbang yang seperti ada.



“Alat pengendali truk kelebihan dimensi dan muatan apa selama barang ini diandalkan, jembatan timbang alias Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB), nyaris tak punya gigi,” kata Djoko di Jakarta, Rabu (10/6/2025).



Djoko mengungkapkan instrumen pengawasan seperti jembatan timbang tidak berfungsi optimal di lapangan. Dia melanjutkan, alih-alih menjadi alat pengendali, UPPKB berubah menjadi macan ompong siapa hanya berdiri seperti simbol.



Sejauh yang ini tidak sedikit jembatan timbang di daerah belum sepenuhnya beroperasi atau bahkan ada yang mana terbengkalai. Berdasarkan data 2021, jembatan timbang siapa beroperasi hanya sekitar 88 dari tempat total 134 yang mana ada. Masalah yang ini tampaknya membuat para sopir truk enggan masuk hingga jembatan timbang.



Baca juga: Polisi Gerah, Ancam Denda Rp24 Juta demi Truk ODOL: Gertakan atau Solusi Nyata?



Djoko melanjutkan, banyak UPPKB yang tersebut overkapasitas, juga tidak dilengkapi teknologi mutakhir seperti Weight-in-Motion, dan menjadi titik rawan praktik pungli. Di sisi lain, uji KIR justru menjadi lahan pemasukan daerah tanpa pengawasan terintegrasi, bahkan sekitar 80% truk lolos tanpa proses uji yang mana sah. “Banyak yang mana kelebihan kapasitas, fasilitasnya terbatas, dan rawan pungli,” kata Djoko.



Djoko menyebut, di di posisi tengah kondisi tersebut pengemudi truk terus menjadi pihak yang seperti paling menderita. Para sopir mengemudi tanpa perlindungan, tanpa standar upah, tanpa tempat istirahat layak dan apabila kecelakaan, orang-orang itu yang tersebut dijadikan tersangka. Tidak hanya itu, para sopir juga ada masuk ancaman pungli yang mana dapat menggerus hingga 35% daripada ongkos jalan.



Baca juga: Tahajud di Medan Operasi, Doa Jenderal TNI Ini Tembus Langit saat Bebaskan Sandera di Mapenduma



Melihat kompleksitas ini, MTI menawarkan tiga langkah strategis yang mana harus dijadikan prasyarat sebelum ini kebijakan zero ODOL dijalankan. Pertama, penyusunan masterplan simpul dan lintasan angkutan barang terintegrasi.



Djoko mengatakan, pemerintah harus menghentikan pembangunan simpul logistik secara sporadis tanpa arah nasional. Terminal barang, pelabuhan, berpindah tol, bandara, hingga stasiun kereta harus dihubungkan luar jaringan lintasan logistik yang seperti efisien, berimbang antar moda, dan mempertimbangkan daya dukung wilayah.






Kedua, penyusunan roadmap tata kelola distribusi barang. Djoko menjelaskan, pemerintah tidak boleh membiarkan pelaku industri dan pemilik barang berdiri di dalam sistem pengendalian ODOL. Menurutnya, harus ada regulasi siapa menetapkan tanggung jawab orang-orang itu asal-usul jenis kemasan, volume barang, moda yang tersebut digunakan, hingga sanksi bila memaksa sopir melanggar aturan. “Tanpa itu, sopir akan terus menjadi korban,” kata Dosen Teknik Sipil Univ Soegijapranata ini.



Ketiga, pembentukan kebijakan logistik nasional berbasis supply chain. Djoko mengatakan, sistem logistik adalah sistem lintas sektor dan lintas wilayah yang mana tidak berdaya ditangani secara sektoral. Dia melanjutkan, perlu pendekatan terintegrasi yang mana menyatukan kebijakan transportasi, industri, perdagangan, dan ketenagakerjaan.



Djoko mengatakan, pengemudi harus diakui sebagai contoh profesi formal yang tersebut mendapat perlindungan upah, jam berkerja manusiawi, dan jaminan keselamatan. Pemberlakuan zero ODOL bukan hanya soal menertibkan ukuran dan muatan truk tetapi harus menjadi pintu masuk menuju reformasi logistik yang tersebut adil dan modern.



“Tanpa roadmap yang tersebut konkret dan jembatan timbang yang tersebut benar-benar berfungsi, maka kebijakan kejadian ini hanya akan jadi slogan belaka. Lebih kurang baik lagi, akan menambah deret lebih panjang ketidakadilan luar rantai distribusi nasional,” katanya.

(cip)