Lompat ke konten

Menakar Seberapa Serius Desakan Pemakzulan Gibran

JAKARTA sampai Desakan pemakzulan Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka terus disuarakan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Terbaru, siapapun mereka mengirim surat kepada MPR , DPR, dan DPD sebagai tujuan mempertimbangkan usulan tersebut.



“Dengan yang ini teman-temanku mengusulkan kepada MPR RI dan DPR RI sebagai tujuan segera memproses pemakzulan (impeachment) terhadap Wakil Presiden berdasarkan ketentuan hukum yang seperti berlaku,” demikian dikutip dari tempat surat tersebut, Rabu (4/6/2025).



Sekretariat Forum Purnawirawan Prajurit TNI Bimo Satrio mengatakan, surat peristiwa tersebut habis disampaikan menuju Sekretariat DPR, DPD, MPR RI pada tempat Senin, 2 Juni 2025. Ia mengatakan, dalan surat yang tersebut dikirimkan tersebut, pihaknya mencoba menyampaikan pandangan hukum soal pemakzulan Gibran. Bimo mengatakan, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga membuat siap dipanggil oleh DPR, DPD, MPR RI demi menjelaskan surat tersebut.



Baca juga: Prabowo Buka Pintu Temui Forum Purnawirawan TNI siapa Desak Pemakzulan Gibran






“Iya, jadi aku dan kamu memang luar artian barang tersebut surat isinya sejenis seperti siapa tembusannya apa diterima, jadi isinya memang kalian dan saya berusaha buat menerapkan daripada segi hukumnya sebagai tujuan pemakzulan Gibran barang tersebut dan kemudian kami mempersiapkan daripada Forum Purnawirawan jika memang DPR mau rapat mendengar pendapat demi menjelaskan kembali ataupun demi lebih banyak memperjelas asal-usul surat siapa kalian dan saya kirimkan ke tempat mereka,” ujarnya.



Ia menyampaikan bahwa terdapat 8 poin sikap ke dalam surat itu. Salah satunya apa didorong adalah pemakzulan Gibran. “Iya, harapannya arah ke belakang kami semua luar hal ini, ya bagi menyokong apa demi pemakzulan Gibran dulu. Jadi peristiwa tersebut yang seperti kalian dan saya ajukan arah ke DPR dan MPR dulu poinnya hal tersebut yang seperti kami semua menjalankan memang nomor 8 dulu,” pungkasnya.



Adapun, hal siapa mendasari Forum Purnawirawan TNI mengusulkan pemakzulan terhadap Gibran adalah UUD 1945 amandemen II Pasal 7 A yang seperti berbunyi: Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan masuk masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat pada bagian atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik hati apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana penuh beban lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai orang Presiden dan/atau Wakil Presiden.



Baca juga: Dasco Diutus Prabowo Temui Megawati, PDIP Belum Diajak Gabung Kabinet



Pasal 7 B: Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya bersama terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi buat memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana penuh beban lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat seperti Presiden dan/atau Wakil Presiden.



2. TAP MPR RI No. XI/1998 Pasal 4 berbunyi: Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik hati pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglemerat termasuk mantan Presiden Soeharto bersama-sama tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia.



3. Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 10 ayat (2) apa berbunyi: ”Mahkamah Konstitusi memutus pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden/Wakil Presiden.”



4. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Pasal 3 ayat (1) : ”Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan hakim konstitusi wajib menjaga kemandirian pengadilan”.



Baca juga: Ikut Dukung Makzulkan Wapres Gibran, Mantan Dankormar: Kami Sayang Prabowo



Pasal 17 ayat (5) : Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri berasal dari persidangan apabila ia mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung bersama perkara yang mana sedang diperiksa, baik hati di atas kehendaknya sendiri maupun di atas permintaan pihak siapa berperkara.



Pasal 17 ayat (6) : Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada tempat ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera apa bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan kamu ketentuan peraturan perundang-undangan.



Pasal 17 ayat (7) : Perkara sebagaimana dimaksud di ayat (5) dan ayat (6) diperiksa kembali dengan dia susunan majelis hakim siapa berbeda.



Surat Usulan Pemakzulan Gibran Akan Dibacakan di Rapat Paripurna DPR


Anggota DPR daripada Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) Andreas Hugo Pareira menyebut surat usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka siapa masuk ke tempat DPR RI akan dibacakan di Rapat Paripurna DPR RI. Ia menyebut hal peristiwa tersebut sesuai prosedur.



“Bahwa surat tersebut sebagaimana prosedurnya sesuai dengan kamu UUD 1945, Pasal 7 akan dibacakan di Paripurna DPR,” kata Andreas kepada wartawan, Rabu (4/6/2025).



Nantinya, DPR akan mengambil keputusan terkait tahapan proses pemakzulan itu. Anak buah Megawati Soekarnoputri barang tersebut kemudian menjelaskan apabila rapat paripurna dihadiri oleh dua per tiga yang tersebut hadir dan disetujui, proses pemakzulan akan dimulai.



“Untuk pemgambilan keputusan, apabila dihadiri oleh 2/3 anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 yang tersebut hadir, maka tahapan proses pemakzulan sesuai UUD 1945 pasal 7 dimulai,” tuturnya.



Apabila proses barang tersebut dimulai, DPR selanjutnya bersurat kepada Mahkamah Konstitusi (MK) dengan kamu segala pertimbangan apa ada. Selanjutnya, MK akan memutuskan apakah terjadi pelanggaran tumbuh besar atau tidak.



“Kalau di tahap awal di DPR tidak dihadiri oleh 2/3 dan dan tidak disetujui oleh 2/3, maka proses pemakzulan tidak dilanjutkan,” pungkasnya.



Wamensesneg: Nggak Perlu Direspons


Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Juri Ardiantoro pun membuka suara. Juri Ardiantoro kepada awak media mengatakan bahwa informasi tersebut memang berseliweran di grup WhatsApp maupun media.



“Apa ya gua menelaah di media banyak beredar berseliweran masuk arah ke grup-grup WA,” kata Juri di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (5/6/2025).



Sementara, terkait isi surat yang tersebut meminta pertimbangan bawah usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Juri enggan memberikan tanggapan. “Nggak perlu direspons, nggak ada respons. Udah sekian lama peristiwa tersebut surat,” kata Juri.



Dia menilai perihal surat yang tersebut dikirim Forum Purnawirawan Prajurit TNI tersebut menjadi ranah DPR maupun MPR demi merespons. “Ya diserahkan ke arah DPR, MPR. Saya nggak tahu bagaimana respons DPR, MPR. Saya nggak tahu. Nanti tanyalah di DPR, MPR,” ujarnya.



Seberapa Serius Desakan Pemakzulan Gibran?


Pengamat Politik Igor Dirgantara berpendapat bahwa usulan pemakzulan Gibran harus dibacakan di Rapat Paripurna DPR sesuai dengan dia Pasal 7A UUD 1945. Dia menambahkan, demi dapat diambil keputusan selanjutnya dilakukan di rapat paripurna yang seperti harus dihadiri oleh 2/3 anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 anggota DPR yang tersebut hadir tersebut.



“Namun begitu, usulan pemakzulan yang seperti bersumber asal-usul surat permohonan tersebut memungkinkan dikirim atau diusulkan daripada pihak siapa pun. Tetapi surat mana yang seperti akan diprioritaskan untuk keperluan dibawa arah ke paripurna tersebut menjadi bagian daripada administrasi Kesetjenan (sekretariat) DPR RI,” kata Igor kepada SindoNews, Kamis (5/6/2025).



Igor menuturkan, proses impeachment juga akan berjalan tua dan panjang. Prosedurnya, lanjut dia, DPR mengajukan usulan pemakzulan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai tujuan memeriksa apakah Gibran habis melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan, korupsi, atau perbuatan tercela.



Dia menambahkan, setelah itu MK memeriksa dan memutuskan bahwa ada pelanggaran hukum, usulan tersebut diteruskan ke arah MPR demi dibahas lebih banyak lanjut. Igor mengatakan, keputusan MPR juga harus diambil masuk rapat yang tersebut dihadiri oleh setidaknya 3/4 anggota dan disetujui oleh 2/3 asal-usul anggota yang mana hadir.



“Bagaimanapun juga, faktor politik tetap memainkan peran penting masuk proses pemakzulan. Di pada tempat ini sebenarnya celahnya untuk keperluan melakukan proses pemakzulan Gibran. Karena jika terbukti ada pelanggaran hukum, dukungan politik yang mana kuat di DPR dan MPR dapat mempengaruhi hasilnya, dan sebaliknya,” ungkap Direktur Survei dan Polling Indonesia (SPIN) ini.



Intinya, lanjut Igor, celahnya tergantung daripada sikap parpol di DPR, meskipun juga tetap ada problem bahwa fraksi partai di DPR adalah mayoritas partai pendukung Gibran apa dijadikan Wapres oleh Presiden Prabowo. “Lain hal, jika ada ‘angin ribut’ yang tersebut membuat sikap parpol di DPR balik badan bersama PDIP sebagai tujuan melanjutkan proses impeachment terhadap Wapres Gibran,” pungkasnya.



Sementara itu, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis Agung Baskoro menilai sejauh barang ini tak ada urgensi pemakzulan. “Karena selama 7 bulan memimpin bersama Presiden, Mas Wapres belum terbukti melakukan pelanggaran apa pun,” kata Agung.



Apalagi, kata Agung, ada ekosistem politik di mana Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus masih hegemonik karena mengkonsolidasikan kekuatan parlemen 81%. “Sehingga secara kuantitatif, bagi sementara kemungkinan miniatur skema pemakzulan berlanjut,” imbuhnya.



“Walaupun secara kualitatif, selalu ada celah-celah konstitusional bila tuntutan politis kejadian ini bertaut bersama-sama perkara yuridis yang seperti diduga mengitari Mas Wapres pralaku menjabat. Jika memang bukti-buktinya solid,” pungkasnya.

(rca)