“Kalau anda dan saya beli kopi barang tersebut harus pasti dulu kopinya kopi saset atau memang tersebut kopi apa betul-betul murni. Kalau memang RON 90 diblending dengan dia berbagai zat-zat tertentu, ya bikin saja merek baru, Pertaplos atau apa pun barang tersebut ya,” ujarnya di Kantor LBH Jakarta, Jumat (28/2/2025).
Menurutnya, berkaitan konteks perlindungan konsumen harus dijelaskan secara komprehensif berkaitan produk jualannya, mulai asal-usul RON 09-92, yang tersebut berasal daripada RON berapa. Lalu, ada tidaknya penambahan zat-zat daripada RON apa dijualnya hal tersebut terlepas berasal dari kualitasnya.
“Dari basisnya tersebut harus tidak kabur dahulu, ke dalam konteks perlindungan konsumen, kejadian ini tidak ada informasi konsen yang tersebut diberikan kepada masyarakat sebagai peran konsumen utama bahan bakar minyak,” tuturnya.
Dia menilai pernyataan Menteri ESDM Bahlil Lahadalia yang mana menyebutkan proses blending BBM pada saat kilang merupakan hal lumrah justru penuh bersama-sama problematik. Pasalnya, tak ada penjelasan tentang ketentuan hukum blending dan blending hanyalah ketentuan teknis belaka.
Dia menuturkan, sebagaimana disampaikan Kejagung, proses blending atau oplosan BBM Pertamina dilakukan di sebuah depo atau storage. “Satu, ketentuannya tidak dijelaskan ketentuan mana, ya kita yakin barang tersebut ketentuan teknis gitu ya, tapi bagi kita harusnya dijelaskan menuju publik ketentuan mana,” imbuhnya.
“Sebab, menurut kejaksaan blending hanya diperbolehkan di kilang, bukan di depo atau storage. Nah, aku dan teman-teman enggak tahu nih siapa benar, Bahlil atau Kejaksaan,” sambungnya.
Dia memaparkan, berasal dari segi produk, jika RON 90 dijual, tentu harus berisi RON 90, begitu juga RON 92. Sedangkan saat RON 90 diblending bersama zat tertentu dapat saja dibuat merek baru, karena hal peristiwa tersebut menyangkut perlindungan konsumen trademark yang seperti harus jelas.