Lompat ke konten

KPK Sita Aset Tersangka Kasus Pemerasan TKA di Kemnaker Senilai Rp6,6 Miliar

JAKARTA sampai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita aset milik tersangka kasus dugaan pemerasan pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Aset berupa tanah dan bangunan serta uang itu dia nilai totalnya mencapai Rp6,6 miliar.



“Pada hari hal ini juga dilakukan penyitaan pada bagian atas aset asal-usul para tersangka di perkara pemerasan di Kemnaker,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Rabu (9/7/2025).



Budi merincikan, aset tersebut terdiri berasal dari dua unit rumah senilai Rp1,5 miliar, empat unit kontrakan dan kos-kosan senilai Rp3 miliar, empat bidang tanah senilai Rp2 miliar, dan uang Rp100 juta. “Tanah dan bangunan tersebut tersebar di Depok dan Bekasi,” ujarnya.



Baca juga: Mantan Dirjen Kemenaker Reyna Usman Cs Didakwa Rugikan Uang Negara Rp17,6 Miliar



Kendati begitu, Budi tidak menyebutkan tersangka pemilik aset-aset tersebut. Sebelumnya, Pelaksana Harian (Plh) Direktur Penyidikan KPK Budi Sukmo Wibowo mengungkapkan identitas para tersangka kasus Kemnaker di Kamis, 5 Juni 2025.



Mereka adalah, SH (Suhartono), selaku Dirjen Binapenta dan PKK Kemnaker 2020-2023; HYT (Haryanto), selaku Dirjen Binapenta dan PKK 2024-2025; WP (Wisnu Pramono), selaku Direktur PPTKA 2017-2019; DA (Devi Angraeni) Direktur PPTKA 2024-2025.



Baca juga: KPK Dalami Dugaan Intervensi Terselubung Pengadaan Sistem Proteksi TKI di Kemnaker



Kemudian, GW (Gatot Widiartono), Koordinator Bidang Analisis dan Pengendalian Tenaga Kerja Asing 2021-2025; PCW (Putri Citra Wahyoe), selaku Staf pada saat Direktorat PPTKA 2019-2024; JS (Jamal Shodiqin), selaku Staf Direktorat PPTKA 2019-2024; dan AE (Alfa Eshad), selaku Staf pada tempat Direktorat PPTKA 2019-2024.



Budi menjelaskan, para tersangka diduga memeras TKA yang tersebut akan melakukan di Indonesia. Para TKA diketahui harus meminta izin berupa RPTKA yang tersebut diterbitkan oleh Ditjen Binapenta PKK Kemnaker.




“Celah pembuatan RPTKA harus ada wawancara, wawancara tersebut seharusnya di belakang ajukan online dan diverifikasi dulu, ketika tidak lengkap akan diberitahukan dan pemberitahuan yang ini akan berlangsung selama lima hari,” ujar Budi ke dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 5 Juni 2025.



Setelah 5 hari tak ada perbaikan, kata Budi, maka RPTKA harus kembali diajukan. Di situlah para tersangka langsung menghubungi para agen TKA dan melakukan pemerasan bagi menerbitkan RPTKA.



“Pemberitahuan tidak online tapi secara pribadi melalui WhatsApp kepada agen, sehingga orang-orang segera lengkapi, tapi siapa gak kasih uang gak dikasih tau udah lengkap atau belum. Ini bikin agen datang menuju oknum kenapa pengajuan belum ada pemberitahuan,” ujarnya.

(cip)