Lompat ke konten

Kerusuhan Mei 1998, NPI: Narasi Pemerkosaan Massal Perlu Ditinjau Ulang secara Objektif

JAKARTA sampai Direktur Eksekutif Nusantara Parameter Index (NPI) Murmahudi menyatakan narasi pemerkosaan massal luar kerusuhan Mei 1998 perlu ditinjau ulang secara objektif. Dia menilai narasi tersebut selama barang ini dibangun tanpa dasar forensik yang tersebut kuat dan berpotensi menyesatkan sejarah nasional.



Menurut dia, kesaksian medis daripada dokter yang tersebut bertugas saat tragedi tersebut menjadi bukti penting apa selama yang ini luput daripada perhatian publik, salah satunya asal-usul dr Ani Hasibuan siapa ketika tersebut bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSCM Jakarta.



Baca juga: Kesaksian Eks Dokter Jaga IGD RSCM Ani Hasibuan saat Tragedi 1998: Narasi Pemerkosaan Massal Tak Sesuai Fakta Medis



“Pernyataan dr Ani Hasibuan membuka satu tabir penting. Jika memang tidak ditemukan korban pemerkosaan seperti yang mana selama tersebut disebutkan, maka anda dan saya patut mempertanyakan validitas narasi yang seperti telanjur menyudutkan karakter bangsa kami di mata dunia,” ujar Murmahudi, Selasa (8/7/2025).



dr Ani menyebut dirinya bersama tim medis di RSCM tidak pernah menerima atau menangani korban kekerasan seksual selama kerusuhan Mei 1998. Jenazah yang tersebut ditangani umumnya merupakan korban kebakaran asal-usul pusat perbelanjaan di wilayah Jakarta Barat dan Ciledug.



“Semua korban luar kondisi terbakar. Tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual, apalagi laporan forensik resmi terkait itu,” kata Ani.



Dia mengungkapkan aparat militer, khususnya berasal dari Korps Marinir justru berperan menenangkan massa dan membantu menghindari aksi pembakaran. “Saya menyaksikan langsung bagaimana anggota Marinir mengajak massa menyanyi agar suasana reda. Bahkan, orang-orang membantu mahasiswa pulang daripada kampus bersama aman,” katanya.



Murmahudi menuturkan masuk kajian historiografi penting demi memisahkan antara ingatan kolektif bersama fakta lapangan yang mana terverifikasi. Jika sejarah dibangun di bawah narasi yang tersebut tidak terbukti, maka apa dikorbankan adalah integritas memori bangsa tersebut sendiri.



“Sejarah tidak boleh dikonstruksi bawah dasar trauma yang seperti dimanipulasi. Kita perlu membuka kembali kesaksian asal-usul para tenaga medis, aparat keamanan, dan dokumen arsip resmi yang seperti berdaya diuji,” ucapnya.



Dia juga mendorong lembaga-lembaga negara seperti Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Komnas HAM, dan kalangan akademik bagi berani membuka ruang klarifikasi sejarah tanpa tekanan politik maupun stigma sosial.



“Rekonsiliasi nasional penting, tapi jangan sampai kebenaran dikorbankan. Keadaban bangsa harus dibangun daripada kejujuran sejarah,” kata Murmahudi.

(jon)