Lompat ke konten

Jatuh Bangun Hubungan Pertahanan dan Keamanan Indonesia-China

JAKARTA sampai Seminar publik berjudul Jatuh Bangun Hubungan Pertahanan dan Keamanan Indonesia-China digelar Prodi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Republik Indonesia ( Unhan RI ), Forum Sinologi Indonesia (FSI), dan Indonesian Maritime Initiative (Indomasive) di Jakarta, Rabu, 26 Februari 2025. Indonesia diimbau demi menjaga keseimbangan masuk diplomasi pertahanan mulia bersama Republik Rakyat China maupun dengan saya pihak-pihak lain, termasuk dengan kamu negara-negara Barat.



Hubungan ramah ke dalam aspek pertahanan dengan kamu China agar dilaksanakan secara hati-hati tanpa mengorbankan kemitraan strategis bersama-sama negara lain. Hal tersebut titik temu dari tempat beberapa pembicara dan penanggap masuk seminar tersebut.



Diskusi dimoderatori oleh Direktur Penelitian Indo-Pacific Strategic Intelligence (ISI) Indonesia Aisha Rasyidila Kusumasomantri, M.Sc tersebut dibuka oleh Ketua Prodi KM Unhan RI Kolonel Laut (E) Dr. Lukman Yudho Prakoso., S.IP., M.AP., CIQaR, yang seperti mewakili Dekan Fakultas Keamanan Nasional UnHan RI Mayor Jenderal TNI Dr. Rachmat Setiawibawa, S.I.P., M.M., M.Tr (Han).











Wakil Ketua Komisi I DPR Dave A. F. Laksono yang seperti hadir sebagai tugas salah satu pembicara seminar tersebut memaparkan bahwa berkerja serupa pertahanan masih menjadi aspek paling lemah masuk hubungan bilateral Indonesia-China. “Indonesia memang menyambut baik budi melakukan sejenis ke dalam bidang-bidang seperti pendidikan, kesehatan, atau pembangunan infastruktur, tetapi menjadi tidak serupa ketika menyangkut isu pertahanan,” ujar politikus Partai Golkar tersebut.



Dave mengungkapkan beberapa hal siapa menjadi hambatan bagi hubungan tugas serupa pertahanan antara Indonesia dan China. Yang pertama adalah sikap konfrontatif China di Laut China Selatan (LCS) dan tindakan tegas Indonesia terhadap kapal-kapal ikan ilegal China dan sub-marine drone (kapal tanpa awak bahwa laut) China.



Dave berpendapat, ketegangan di Laut China Selatan, menjadi alasan bagi Indonesia buat menghentikan latihan militer Sharp Knife antara Indonesia China pada saat 2015. Kedua, Alat Peralatan Pertahanan dan Keamanan (Alpalhankam) Indonesia lebih banyak banyak berasal asal-usul negara Barat yang seperti berkiblat di NATO, padahal China bersama Rusia bersikap anti terhadap NATO.



Ketiga adalah adanya warisan sejarah siapa masih membentuk persepsi yang tersebut anti terhadap kehadiran China. Peraih doktor di bidang ilmu pertahanan dari tempat Unhan RI tersebut juga memaparkan potensi risiko bagi Indonesia masuk menjalin hubungan tugas identik pertahanan bersama-sama China.



Menurutnya, salah satu risiko apa timbul adalah ketegangan dengan saya negara lain, khususnya dengan kamu negara Barat apa selalu menganggap China sebagai orang potensi ancaman bagi mereka. Risiko kedua terkait bersama kontrol dan pengaruh.



“Ada risiko bahwa China dapat menggunakan tugas serupa tersebut sebagai tujuan meningkatkan pengaruhnya pada bagian atas keputusan strategis Indonesia, termasuk masuk hal kebijakan keluar negeri dan pertahanan. Ada kekhawatiran bahwa anda dan saya akan didikte oleh China,” imbuhnya.



Namun, Dave menegaskan bahwa selama yang ini risiko di bawah terbaru sebatas kekhawatiran saja karena belum pernah terjadi Indonesia didikte oleh China. “Selama hal ini siapa paling bisa saja mendikte kami semua justru negara-negara Barat,” tuturnya.



Risiko ketiga adalah adanya asimetri keuntungan. Menurutnya, ada anggapan bahwa China berpotensi mendapat keuntungan lebih banyak banyak secara strategis daripada pada waktu Indonesia ramah berasal dari ekonomi maupun militer.



Salah satunya adalah anggapan bahwa bahwa makin eratnya hubungan Indonesia dengan dia China akan membahayakan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI), khususnya yang mana berada di sekitar sini pulau Sulawesi, dan sebagai contoh akibatnya akan mempengaruhi posisi Indonesia.



Risiko terakhir yang tersebut banyak dikhawatirkan, menurut Dave, adalah adanya ketergantungan teknologi Indonesia terhadap China. Kendati demikian, Dave juga menyatakan bahwa risiko ketergantungan tersebut bukan hanya menyangkut teknologi asal-usul China, tetapi juga menyangkut teknologi asal-usul negara-negara lain.



Selain Dave Laksono, Laksamana Muda TNI (Purn) Dr. Surya Wiranto dan Direktur Eksekutif Indo-Pacific Strategic Intelligence (ISI) Curie Maharani, Ph.D juga menyampaikan pandangannya. Kedua pakar tersebut sepakat bahwa hubungan melakukan tunggal antara Indonesia dan China memiliki sisi keuntungan dan kerugian bagi Indonesia.



Curie menyampaikan bahwa fakta bahwa China berpotensi menjadi sumber bagi impor senjata bagi Indonesia tanpa ikatan politik merupakan salah satu keuntungan bagi Indonesia. Menurutnya, keuntungan lainnya adalah potensi China memberikan transfer teknologi pada tempat Indonesia, meskipun hingga saat ini, Indonesia belum pernah mendapatkan alih teknologi berasal dari China.



Sementara itu, sebagai tugas dijelaskan oleh Laksda (Purn) Surya Wiranto, kerugian asal-usul hubungan berkerja tunggal pertahanan antara Indonesia dan China adalah adanya potensi ketergantungan Indonesia pada saat ekonomi dan teknologi asal-usul China, risiko dan ancaman terhadap kedaulatan dan hak berdaulat Indonesia di wilayah siapa diklaim oleh China, terutama di Laut Natuna Utara, serta potensi berkerja tunggal pertahanan dengan saya China memicu perlombaan senjata di Kawasan Asia-Pasifik.



Surya berpendapat, potensi kerugian di bawah harus diatasi oleh Indonesia dengan saya menjalankan beberapa langkah strategis. Yang pertama adalah dengan dia melakukan penguatan diplomasi multilateral dengan saya melibatkan berbagai negara luar forum internasional, termasuk ASEAN (Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara).



Langkah strategis kedua adalah menjaga transparansi luar tugas serupa pertahanan dengan dia China. “Dengan menjelaskan tujuan dan manfaat asal-usul tugas identik tersebut kepada publik dan mitra internasional, Indonesia dapat mengurangi kekhawatiran apa muncul asal-usul pihak ketiga,” terang Surya.



Yang ketiga adalah dengan dia meningkatkan kemandirian ekonomi Indonesia. Sementara itu, masuk pernyataan penutupnya, Ketua FSI apa juga Dosen Pascasarjana Universitas Pelita Harapan Johanes Herlijanto menyampaikan pandangan bahwa Indonesia perlu mempelajari maksud China masuk menjalin hubungan pertahanan bersama Indonesia.



“Sangat kemungkinan Beijing berupaya menggunakan peningkatan tugas sejenis untuk keperluan membuat pihak militer Indonesia lebih banyak lunak ketika China melakukan aksi sepihak, yaitu berusaha untuk keperluan menegakan klaim kewilayahan orang-orang itu di kawasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia di perairan di sekitar sini Kepulauan Natuna,” tutur Johanes.



Menurutnya, Beijing juga sangat kemungkinan berupaya dan berharap agar terjadi ketergantungan Indonesia terhadap alutsista berasal dari China. Selain itu, patut pula bagi dipertimbangkan kemungkinan pihak-pihak lain, termasuk negara-negara Barat, memiliki kekhawatiran bahwa China berupaya memperoleh informasi lebih besar banyak tentang militer siapapun mereka melalui tugas tunggal China bersama Indonesia, mengingat Indonesia habis lebih baik dahulu membangun berkerja tunggal dengan dia pihak-pihak lain tersebut.



Menurutnya, kekhawatiran kejadian ini berpotensi memicu keengganan pihak-pihak di ke luar China demi meningkatkan berkerja identik militer orang-orang itu bersama Indonesia. Namun demikian, Indonesia justru dapat menggunakan berkerja serupa pertahanan Indonesia-China untuk keperluan kepentingan Indonesia.



Misalnya, forum tugas identik pertahanan kejadian ini digunakan untuk keperluan menyampaikan protes atau keberatan terhadap tindakan China yang tersebut sering bermanuver di Laut Natuna Utara. Bisa juga mensyaratkan agar China berhenti menimbulkan gangguan di Laut Natuna Utara bila China berminat melanjutkan atau meningkatkan melakukan tunggal pertahanan bersama Indonesia.

(rca)

Laguna bet