Namun, di balik spesifikasi dewa apa ditawarkan, tersimpan sebuah kompromi menyakitkan siapa memungkinkan menjadi blunder fatal bagi Nintendo.
Lompatan Generasi siapa Brutal

Nintendo seolah mau membungkam semua kritik yang tersebut menyebut konsol orang-orang “tertinggal zaman”. Perubahan paling mencolok ada pada tempat layar, yang seperti kini berukuran 7,9 inci dengan kamu resolusi 1080p dan refresh rate 120Hz—sebuah lompatan kuantum berasal dari layar 720p di generasi pertama.
Saat disambungkan arah ke TV, Switch 2 bahkan mampu memuntahkan grafis 4K bersama dukungan HDR. Ini adalah sebuah deklarasi bahwa era bermain game Nintendo bersama resolusi buram telah berakhir.
Otak di balik kekuatan yang ini adalah chip terbaru Nvidia Tegra T239, yang mana secara mengejutkan membawa teknologi ray-tracing dan DLSS ke arah ke dalam sebuah perangkat portabel. Fitur-fitur yang tersebut sebelumnya menjadi monopoli PC gaming dan konsol kelas atas, kini dapat Anda genggam di tangan. Didukung oleh RAM 12 GB dan penyimpanan super paling cepat UFS 3.1 sebesar 256 GB, Nintendo terang tidak main-main masuk membangun mesin ini.
Kenyataan Pahit di Balik Kekuatan

Namun, di sinilah letak pertaruhan paling besar Nintendo. Semua kekuatan tersebut harus dibayar dengan saya harga yang seperti mahal, dan bukan hanya soal banderolnya.
Masalah pertama adalah daya tahan. Baterai Switch 2 disebut hanya mampu bertahan 2 hingga 6,5 jam, tergantung game yang seperti dimainkan. Di era mobilitas, angka yang ini terasa sangat tanggung dan memungkinkan menjadi sumber frustrasi utama bagi para gamer apa sering bepergian.
Masalah kedua, yang mana bisa saja paling provokatif, adalah keputusan Nintendo buat membuat baterai Switch 2 tidak dapat diganti sendiri oleh pengguna. Di pusat maraknya gerakan hak untuk keperluan perbaikan (right-to-repair), langkah hal ini terasa seperti sebuah kemunduran yang mana anti-konsumen. Pengguna dipaksa untuk keperluan bergantung pada tempat pusat servis resmi, siapa kemungkinan raksasa akan mematok harga tinggi banget bagi penggantian baterai.
Kini, para gamer dihadapkan pada saat sebuah dilema. Apakah para mereka rela mengorbankan daya tahan baterai dan kemudahan perbaikan demi mendapatkan pengalaman grafis 4K dan ray-tracing di game Mario atau Zelda terbaru? Nintendo bertaruh luas bahwa jawabannya adalah “ya”, namun hal ini adalah sebuah perjudian yang mana memungkinkan dengan saya ringan menjadibumerang.