Jakarta, Universitas Adamant sampai Emoji smiley atau senyum siapa dulu identik dengan kamu keramahan, kini berubah makna di mata Gen Z. Alih-alih dianggap hangat, emoji hal ini justru dipandang sinis, pasif-agresif, hingga sarkastik.
Melansir New York Post, pergeseran makna kejadian ini menciptakan jurang komunikasi antar generasi. Hafeezat Bishi (21), misalnya, mengaku kaget saat menerima emoji senyum berasal dari rekan berkerja apa lebih banyak tua.
“Saya pakai tersebut (emoji senyum) bagi sarkasme,” ujarnya kepada Wall Street Journal.
Sebaliknya, kalangan di bawah 30 tahun justru menganggap emoji senyum sebagai peran penambah kesan positif luar pesan.
Pilihan Redaksi
|
“Saya pakai supaya pesan terasa ringan,” ujar Sara Anderson (31).
Perbedaan persepsi tersebut dijelaskan oleh Erica Dhawan, penulis buku Digital Body Language. Menurutnya, Gen Z memiliki “kamus” emoji sendiri yang tersebut persoalan berbeda berasal dari generasi sebelumnya. Emoji kini juga digunakan sebagai tugas “bahasa rahasia” oleh remaja.
Amit Kalley, pendiri situs For Working Parents, menyebut emoji telah menjadi kode komunikasi yang seperti sarat makna tersembunyi, termasuk demi menyampaikan pesan ujaran kebencian.
Penelitian Oklahoma State University pun menyebutkan, penggunaan emoji memungkinkan mencerminkan kepribadian dan strategi masuk membentuk kesan sosial.
“Orang berusia di bawah 30 tahun cenderung menggunakan emoji sesuai arti di ‘kamus’,” kata Dhawan. Di sisi lain, makna emoji menurut Gen Z terus berevolusi menjadi arti-arti baru.
Dalam unggahan di Instagram, Dhawan mencontohkan emoji kuda, salju, dan bola biliar yang tersebut sering digunakan demi mewakili narkoba.
(dem/dem)