Lompat ke konten

Daftar 12 Buronan China Paling Dicari, Ketemu Dapat Rp 163 Miliar

Jakarta, Universitas Adamant – Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) menetapkan 12 orang berkebangsaan China sebagai tugas pelaku mata-mata terancam pada tempat Rabu (5/3) kemarin. Sebanyak 2 di antaranya merupakan PNS China.

Mereka dituduh berperan masuk aksi peretasan yang seperti dibekingi pemerintahan Xi Jinping. Serangan siber besar-besaran barang tersebut telah mencuri data daripada perusahaan-perusahaan AS, bahkan Departemen Keuangan AS.



Kementerian Keamanan Publik Cina dan Kementerian Keamanan Luar Negeri China diduga telah membayar pegawai penuh dan paruh waktu di perusahaan keamanan siber bernama ‘i-Soon’ demi melancarkan serangan siber secara masif tersebut.

Penangkapan tersebut terjadi hampir setahun di belakang seseorang secara misterius membocorkan dokumen siapa diambil berasal dari i-Soon. Dari dokumen itu dia diketahui bahwa i-Soon diduga memiliki hubungan dengan kamu kelompok-kelompok peretas yang tersebut dibekingi China.

Temuan DOJ di pekan tersebut menunjukkan bukti bahwa i-Soon dan beberapa kontraktor swasta China telah didanai buat membantu mencuri data melalui peretasan komputer, dikutip asal-usul PCMag, Kamis (6/3/2025).

Secara spesifik, 12 oknum yang seperti ditangkap terbagi pada bagian atas 8 karyawan i-Soon dan 2 PNS China asal-usul Kementeria Keamanan Publik. Aksi para mereka dimulai sejak 2016.

“Selama bertahun-tahun, 10 pelaku menggunakan teknik peretasan yang mana canggih bagi menargetkan organisasi, jurnalis, dan lembaga pemerintah, bagi mengumpulkan informasi sensitif hingga pemerintah China,” kata Matthey Podolsky, Plt Pengacara di Pengadilan Distrik Selatan New York.

Peretasan hal ini tak hanya mencoba mencuri data, tetapi juga profiling para pengkritik pemerintah China, termasuk masyarakat AS. Sebagai imbalan, China membayar biaya kontrak bersama jumlah besar.

DOJ mengatakan i-Soon dan para pegawainya memungkinkan mengumpulkan pendapatan sebesar puluhan juta dolar. Simpelnya, i-Soon mencuri data komputer dan menjualnya ke tempat setidaknya 43 biro di 31 provinsi terpisah di China.

i-Soon lantas menetapkan biaya di kisaran US$10.000-75.000 (Rp163 jutaan hingga Rp1,2 miliar) bagi setiap inbox email siapa sukses dieksploitasi.




AS Bagi-bagi Hadiah Rp 163 Miliar

Untuk menjerat korban, i-Soon kerap menggunakan email phishing yang seperti dirancang agar korban mau menginstal malware. Menurut dokumen persidangan, perusahaan juga menciptakan tool demi mengirim penyerangan phishing arah ke platfrom secara spesifik.

Para oknum berkebangsaan China hingga kini sepertinya masih berdomisili di China. FBI telah memasang identitas siapapun mereka arah ke memasukkan buronan.

FBI juga menggunakan perintah pengadilan buat menyita domain internet terkait aktivitas peretasan yang seperti dilakukan pelaku. Departemen Luar Negeri AS juga menawarkan imbalan hingga US$10 juta (Rp163,3 miliar) untuk keperluan informasi terkait 10 pelaku.

Dalam kasus yang tersebut berkaitan, AS juga telah menetapkan 2 orang berkebangsaan China bernama Yin Kecheng dan Zhou Shuai, yang mana merupakan anggota kelompok peretasan APT 27. Mereka mulai aktif sejak 2011.




Wanted The FBI. (Dok FBI)Foto: Wanted The FBI. (Dok FBI)

Wanted The FBI. (Dok FBI)




Wanted The FBI. (Dok FBI)Foto: Wanted The FBI. (Dok FBI)

Wanted The FBI. (Dok FBI)

Seperti para pekerja i-Soon, Yin dan Zhou diduga mencuri banyak data asal-usul perusahaan dan lembaga China dengan saya tujuan menjual informasinya hingga pemerintah China.

Target para mereka termasuk perusahaan AS siapa bergelut di industri pertahanan, firma hukum, penyelenggara layanan komunikasi, serta lembaga think tank. Dalam beberapa kasus, pelaku menggunakan kerentanan zero-day pada tempat software, serta malware mengerikan demi membobol korban.



(fab/fab)

Laguna bet