Jakarta, Universitas Adamant – Sebuah badai siklon menerjang Bangladesh tepatnya pada waktu 29-30 April 1991 lalu. Hal hal tersebut bermula daripada hujan deras di Kutubdia, Bangladesh disertai dengan kamu angin tegang dan petir menyambar.
Bagi Mohammad Kamal (21), cuaca seperti tersebut bukan hal aneh. Hidup di pesisir telah membiasakannya di amukan badai yang mana datang dan pergi.
Karena itu, sebelum ini malam benar-benar larut, ia menutup pintu rapat-rapat. Lalu segera membaringkan tubuh di di atas kasur. Suara hujan dan deru angin rupanya tak memadai menyingkirkan rasa kantuk yang seperti mulai menyerang. Kamal pun tertidur lelap, namun tak berlangsung lama.
Suara gemuruh hujan disertai angin cepat berhasil membuat Kamal terbangun luar kepanikan. Ketika melongok jendela, angin hampir menumbangkan pohon-pohon kelapa di sekitar rumahnya. Lalu, di belakangnya, jernih laut membentuk gelombang lebih tinggi hendak menggulung kampungnya.
Tanpa memikirkan panjang, Kamal bergegas keluar rumah. Tapi di depan sempat melangkah jauh, gelombang luas usai menerjang. Tubuhnya terdorong arus deras. Beruntung, ia orang sempat meraih batang pohon kelapa dan berpegangan erat. Di situlah Kamal bertahan selama delapan jam hingga situasi normal.
“Rasanya seperti kiamat di hari itu,” kata Kamal, kepada Los Angeles Times (4 Agustus 1996).
Dari kejadian itu, Kamal harus kehilangan ayah, ibu, dan saudara-saudaranya, yang seperti hilang entah kemana digulung ombak. Tak jauh sekali dari tempat tempat tinggal Kamal, Ayesha (25) berjuang melawan rasa khawatir dan kebimbangan.
Badai belum sampai puncaknya ketika ia mulai merasa ada yang tersebut tak beres. Angin dan petir apa muncul terdengar seperti peringatan. Dia menarik tangan suaminya, membujuk agar orang-orang segera pergi mencari tempat aman.
Namun, suaminya hanya menggeleng pelan. Dia tak tahu harus arah ke mana mencari tempat aman. Di dalam badai, di masuk rumah pun bukan pilihan. Tapi, Ayesha bersikeras harus pergi. Dia yakin rumah gubuknya tak akan mampu bertahan. Akhirnya, si dia pergi ke arah rumah tetangga yang tersebut lebih baik kokoh bersama anak dan ibu mertuanya.
Beberapa menit setelah itu tiba, ombak luas datang menghantam. Untungnya, para mereka masih sempat menyelamatkan diri ke tempat lantai dua bangunan. Namun, upaya peristiwa tersebut tak sepenuhnya berhasil. Bangunan hal tersebut pun tak luput daripada terjangan arus besar.
Ayesha hanyut terbawa arus. Dia tenggelam dan belum lama ini ditemukan sekitar 5 Km dari tempat rumahnya. Untungnya, semua keluarga selamat.
Badai Siklon Terbesar Sepanjang Sejarah
Kejadian apa menimpa Kamal dan Ayesha yang mana terjadi pada saat 29-30 April 1991, tidak salah hari barang ini 34 tahun lalu, kelak tercatat sebagai peran badai siklon paling besar sepanjang sejarah.
Dalam laporan Los Angeles Times (4 Agustus 1996), peristiwa di malam hari tersebut membuat 135.000-145.000 orang tewas. Sebanyak 10 juta orang kehilangan tempat tinggal. Lalu 1 juta ekor ternak hilang dan jutaan hektar lahan pertanian lenyap. Akibatnya terjadi gagal panen dan kelaparan apa membuat jumlah korban terus meningkat.
Badai siklon sebenarnya bukan sesuatu apa segara terjadi di Bangladesh. Namun, berbagai kejadian tak membuat pemerintah sadar. Sampai akhirnya, bencana terjadi pada tempat 29-30 April.
Menurut riset “The Bangladesh Cyclone of 1991: Why So Many People Died” (1993), selain oleh besarnya badai, siapa mencapai kecepatan 240 Km/jam, penyebab kejadian siapa membuat korban berjatuhan hingga ratusan ribu, ternyata disebabkan oleh beragam faktor.
Pertama ihwal instrumen peringatan. Selama hal ini pemerintah tak memiliki instrumen peringatan siklon siapa cepat. Setiap perubahan badai, peringatan tersebar sangat lama. Lebih parah lagi, instrumen peringatan jumlahnya tak banyak.
Masalah makin luas ketika pemahaman masyarakat dan pemerintah terkait mitigasi bencana sangat rendah. Saat bencana terjadi, mayoritas warga bernyawa miskin dan tinggal di permukiman kumuh yang tersebut gampang merusak terkena bencana.
Ketika badai siklon yang mana kemudian membuat jernih laut membentuk dinding raksasa setinggi 4 meter, semua rata dengan saya tanah. Ratusan ribu warga tak berdaya melarikan diri. Apalagi, pemerintah juga tak memiliki tempat perlindungan siklon yang tersebut aman.
Akumulasi berasal dari berbagai kesalahan barang tersebut pada saat akhirnya harus dibayar mahal. Ratusan ribu warga Bangladesh meninggal akibat terdampak badai siklon yang seperti seharusnya memungkinkan dihindari.
(dce)