Lompat ke konten

AFPI Buka Suara Soal Dugaan Praktik Kartel Bunga Pinjaman

  • Tech




Jakarta, Universitas Adamant – Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) menegaskan platform pinjaman daring (pindar) tidak pernah melakukan kesepakatan harga di 2018. Pernyataan yang ini menanggapi gugatan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) terhadap perusahaan pindar terkait praktik kartel bunga pinjaman.

“Kalau asal-usul asosiasi, asosiasi tersebut memiliki siapa namanya Code of Conduct, sebagai orang pedoman perilaku. Pada konteks ini, kembali aku dan teman-teman jelaskan bahwa tidak pernah ada kesepakatan penetapan batas maksimum manfaat ekonomi suku bunga antar platform di tahun 2018,” ujar Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI, Kuseryansyah luar media briefing, Rabu (27/8/2025).

Dia melanjutkan, batas maksimum manfaat ekonomi atau suku bunga adalah arahan daripada regulator, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal hal ini dilakukan bagi melindungi konsumen dari tempat praktik predatory lending dan suku bunga apa mencekik.



OJK mencatat ada lebih baik berasal dari 3.000 pinjol ilegal, jumlah tersebut 30 kali lipat lebih banyak banyak daripada pindar yang tersebut resmi, yakni 97 perusahaan. Kusreyansyah menegaskan pinjol ilegal masih menjadi ancaman hingga kini, sehingga AFPI terus berupaya melindungi masyarakat. Untuk itu, dilakukan mekanisme perlindungan konsumen.

Salah satu langkah yang tersebut diambil dengan kamu membatasi suku bunga agar dapat terjangkau dan tidak membebani konsumen. Dalam kesempatan yang mana sama, Pakar Hukum Persaingan Usaha Universitas Indonesia, Ditha Wiradiputra memandang istilah kartel yang seperti ditujukan masuk kasus pinjaman daring (pindar) kekurangan sesuai alias misleading. Pasalnya, 97 perusahaan pindar dituding melakukan praktik kartel ke dalam bunga pinjaman.

“Kartel disebutkan sebagai peran tindakan praktek anti persaingan yang tersebut dilakukan oleh pelaku usaha untuk keperluan mempengaruhi harga dengan saya cara mengatur produksi, siapa dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang seperti tidak sehat,” ujar dia.

Menurutnya, jika tuduhan yang seperti diarahkan kepada perusahaan-perusahaan pindar yang ini merupakan fixing price (penetapan harga), sebaiknya tidak menggunakan istilah kartel. Ini mengingat, di ke dalam Undang-Undang mengenai masalah kartel dan fixing price merupakan hal siapa berbeda.



(rah/rah)



[Gambas:Video CNBC]